Powered By Blogger

Kamis, 16 Juni 2016

Laporan Praktikum Kimia Organik Pembuatan Sabun



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Sabun adalah garam logam alkali ( biasanya garam natrium ) dari asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Sabun dihasilkan oleh proses safinifikasi. Yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOh dan KOH. Asam lemak yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun. Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat menggunakan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang dibuat dengan alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat – zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hdrofilik dan larut dalam air. Karena adanyan rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul air yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)

1.2              Tujuan Praktikum
1.      Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratutium
2.      Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Sejarah Sabun
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu.Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijualdari rumah ke rumah.Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah (Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol.Masing– masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol (Baysinger, 2004).
            Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi darikomponen asam – asam lemak yang digunakan.Komposisi asam – asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas.
            Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali.Hasilpenyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut berupa masa yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan garam NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl dengan jalan destilasi vakum.Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan pengkistralan dan dapat digunakan lagi (Ralph J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.
a.     Penetapan Kualitatif
Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun mengandung alkali bebas atau asam lemak bebas.
                Cara penetapan :
Ø  Contoh sabun diparut/ dipotong halus
Ø  Timbang sabun sebanyak 0,1 gram sabun, masukkan kedalam tabung rekasi yang bersih dan kering
Ø  Larutkan sabun dengan 2 ml Alkohol netral (bila perlu dipanaskan diatas penangas air)
Ø  Kemudian dibubuhi 1-2 tetes indicator PP
b.     Penetapan Kuantitatif
Ø  Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji kualitatif
Jika setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah berarti sabun mengandung asam lemak bebas atau netral
Ø  Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung alkali bebas

Analisis sabun secara kuantitatif meliputi pemeriksaan :
1.         Alkali bebas
2.         Asam lemak bebas
3.         Alkali total
4.         Alkali terikat
5.         Asam lemak total
6.         Asam lemak terikat
7.         Lemak netral yang tidak tersabunkan
8.         Zat pemberat/ pengisi
9.         Logam minyak/ Minyak Pelikan
10.     Kadar air
2.2              Pengertian Sabun
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus  (alifatis) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
-       Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan
-       Reaksi pertama :
Lemak + NaOH       Hidrolisa mendidih          Gliserol + Asam lemak
-       Reaksi kedua :
3RCOOH + NaOH        Penyabunan        RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).
            Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Austin, 1984).
            Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif (Austin, 1984).
            Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut azt aktif anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob (menolak air) sedangkan gugus karboksilat – COO   bersifat hidrofil (Harold. 1982).
     RCOONa                  RCOO-     +     Na+
            Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis. Dengan penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah muda. Sehingga dalam waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH dan ion-ion RCOO  , OH   dan Na+.
RCOONa                 RCOOH     +     Na+
Sabun dan asam lemak dapat membentuk  :
X  RCOOH    +    Y  RCOONa               (RCOOH)X (RCOONa)Y
            Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi kasar dan tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid sabun menjadi keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik keruh disebut juga suhu pilin. Suhu titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan indikasi dimana larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai detergen, larutan sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold. 1982).
            Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL . Gugus  R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi (Harold. 1982).
            Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali. Di dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan melelh dan membentuk lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R – COONa     +     HCl        H+       R – COOH      +     NaCl
2.3              Sifat-sifat Sabun
a.         Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air →  larutan koloid
b.         Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)
c.         Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai sabun kalsium/ natrium.
d.         Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl  →  RCOOH + NaCl
e.         Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif sebagai pencuci (ZAP)
f.          Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+
g.         Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17
2.4        Bahan Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
a.         Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J. Fessenden, 1992).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1.         Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging  sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2.         Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3.         Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
4.         Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak kelapa  merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5.         Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6.         Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
7.         Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8.         Castor Oil ( Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
9.         Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
10.     Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
b.        Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ralph J. Fessenden, 1992).
2.5       Fungsi sabun
            Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun yaitu :
a.         sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4
b.         sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen (RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun dapat dibuat dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih larut dalam air. Cara pembuatan sabun secara singkat dapat diihat sebagai berikut:
Pemasakan minyak/lemak dalam larutan alkali (NaOH atau KOH) pada suhu mendidih (95 – 100 0C).
O
H2C-O-C-R’                                                           H2C-OH
O                           NaOH, hidrolisa
HC-O-C-R’’                                                           HC-OH + 3 RCOOH
 O                          pada suhu mendidih
H2C-O-C-R’’’                                                        H2C-OH
Lemak/minyak                                                       gliserol asam lemak                
                              penyabunan
   RCOOH + NaOH                                          RCOONa
Detergent atau sabun dapat digunakan sebagai pembersih pada air sadah karena detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan menimbulkan endapan yang dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada sabun tidak dapat bekerja pada air sadah karena sabun bereaksi pada air sadah yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerak pada baju maupun lantai.
Adapun sebab sabun dan detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran atau lemak dikarenakan sabun dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang bersifat hidrokarbon yang bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non polar akan mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai dengan asas like dissolved like, sedangkan ujung polar dari molekul tersebut segera akan terlarut dalam air. Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif pada air sadah.



















BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1         Bahan-Bahan yang digunakan:
1.      Etanol
2.      Kalsium sulfat
3.      Kerosen (Minyak Tanah)
4.      Larutan NaCl jenuh
5.      Minyak Zaitun
6.      Natrium Hidroksida 2N
7.      Phenolpthalein
3.2         Alat-Alat yang digunakan:
1.      Cawan Penguap                                          6. Pompa Vakum
2.      Batang Pengaduk                                        7. Gelas Piala
3.      Penangas Air                                               8. Tabung Reaksi
4.      Kertas Saring                                               9. Pipet Tetes
5.      Tabung Reaksi                                            10.Termometer
3.3     Prosedur Percobaan
3.3.1    Persiapan
1.         Disiapakan alat dan bahan kimia yang akan digunakan
2.        Dibuat larutan NaOH 2N
3.3.2    Pembuatan Sabun
1.        Diamabil 34 ml minyak zaitun dan dimasukkan kedalam mangkok.
2.        Ditambahkan 36 ml etanol ke dalam mangkok yang telah  berisi minyak zaitun.
3.        Ditambahkan 20 ml larutan NaOH 2N sambil diaduk.
4.        Mangkok ditutup dengan piring.
5.        Dipanaskan campuran dalam mangkok sampai hilang bau dari alkoho (etanol).
6.        Dinginkan campuran dalam mangkok tersebut.
7.        Diamati apa yang terjadi dalam cawan penguap.
8.        Ditambahkan  120 ml larutan NaCl jenuh kedalam mangkok.
9.        Diamati apa yang terjadi.
10.    Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat yang dihasilkan.
3.3.3    Sifat Sabun
1.        Dimasukkan 1 ml  kerosene dan 10 ml air dalam tabung reaksi.
2.        Dikocok campuran tersebut dan catat pengamatan anda.
3.        Dimasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosene dan air.
4.        Dikocok dan diamati perubahan
5.        Ditamabahkan sedikit sabun dan kocok jika tidak ada perubahan pada campuran dan catat pengamatan.
6.        Dicatat pengaruh penambahan sabun pada campuran tersebut.
7.        Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 ml air panas.
8.        Ditambahkan 8-10 tetes larutan Kalsium Sulfat.
9.        Dicatat pengaruh Kalsium Sulfat terhadap air sabun.
10.    Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 ml etanol.
11.    Ditambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein.
12.    Dicatan hasil pengamatan.
3.4     Rangkaian Alat
           
Gambar 3.1 Rangkaian pompa vakum


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1       Hasil Praktikum
4.1.1    Pembuatan Sabun
Tabel 4.1 Hasil Pembuatan Sabun
No
Bahan
Pengamatan
1.
Minyak Zaitun
Etanol                        Dipanaskan
NaOh
Larutan berwarna kuning pekat
2.

Campuran                             Didinginkan
Larutan berwarna busa putih pada bagian atas dan berwarna kuning pada bagian bawah
3.
Campuran (1) + NaCl
Campuran + NaCl dan di aduk
Campuran menjadi kental
Menjadi kuning pudar

4.1.2    Sifat-sifat Sabun
Tabel 4.2 Sifat-sifat Sabun
No
Bahan
pengamatan
1
Kerosene + Air               Dikocok
Bening cair, dan  minyak tidak bergabung
2
Kerosen + Air + Sabun                Dikocok
Putih keruh
3
Sabun + Air Panas
Putih keruh
4
Larutan sabun + kalsium Sulfat
 Warna menjadi Putih keruh akan tetapi terdapat endapan
5
Sabun + etanol
 Warna masih Putih keruh
6
Sabun + Etanol + phenolphtalein
 Warna menjadi merah muda atau pink


4.2       Reaksi-reaksi Yang terjadi
a.     Reaksi Etanol dan NaOH
CH3 – CH2 – OH + NaOH                       CH3 – CH2 – ONa + H2O
       Etanol             Natrium                             Natrium             Air
                               Hidroksida                         Etoksida
Gambar 4.1 Reaksi Etanol dan NaOH

b.    Reaksi safonifikasi
Gambar 4.2 Reaksi safonifikasi
4.3       Perhitungan
Pembuatan larutan NaOh 2N dalam 250 ml aquadest
Gr NaOH = 20 gram
4.4       Pembahasan
            Safonifikasi merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan sabundan hasil samping berupa gliserol. Sabun merupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Gugus induk lemk disebut Fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C-18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada strukturnya dimana kedua ujung dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda. Pada salah satu ujungnya terdiri dari natrium hidrokarbon asam lemak yang bersift lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan minyak) atau basa yang disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang merupakan ion karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau ujung polar.
            Pada percobaan ini, 34 ml minyak zaitun dimasukkan kedalam mangkok, kemudian ditambahkan 36 ml etanol dan basa kuat NaOH 2N sebanyak 20 ml. minyak zaitun berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, NaOH yang berfungsi sebagai pereaksi dan pembuatan sabun berbenruk padat, etanol sebagai pelarut, dan NaCl jenuh digunakan sebagai agen pengendap dari sabun yang telah terbentuk dan untuk melarutkan gliserol. Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun sehingga sabun mngendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion sejenis (common ion effect), yaitu Na+. pembuatan sabun padat menggunakan NaOH sebagai pereaksi. Sementara itu, pada pembuatan sabun cair digunakan KOH sebagai perekasi. Reaksi pembuatan sabun dengan menggunakan larutan alkali NaOH adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3 Reaksi pembuatan sabun padat
            NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam idustri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Sabun dengan berat molekul yang lebih rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
            Medium pereaksi yang digunakan dalam bentuk suatu pelarut yaitu etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa organic, dalam hal ini adalah untuk melarutkan minyak zaitun yang digunakan. Etanola dalah alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan senyawa organic yang bersifat semi polar karena mengandung gugus OH- dan bersifat nonpolar yaitu CH3+. Dengan pelarut inilah NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan minyak dalam reaksi peyabunan menghasilkan larutan yang berwarna kuning, berbuih dan terbentuk endapan-endapat putih. Namun, reaksinya akan berlangsung lama. Setalah ketiga bahan dicampur maka dilakukan proses pemanasan pada suhu 75 0C. pemanasan pada suhu ini bertujuan untuk menguapkan etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada suhu tersebut etanol akan menguap. Jika etanol kita panaskan pada suhu diatas 78 0C maka etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian minyak zaitun dan NaOH tidak berlangsung sempurna. Sedangkan jika dipanaskan pada suhu dibawah 78 0C, etanol akan lama sekali menguap dan proses reaksi akan erlangsung lama. Dalam proses saponifikasi, lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Selain itu, agar rekasi saponifikasi berjalan lebih optimal dan produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, maka campuran minyak dan NaOH harus dipanaskan sambil tetap dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat larutan. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan memebentuk suatu cairanyang mengental, yang disebut dengan trace. Tujuan dari diadakannya pemanasan ini adalah untuk meghilangkan bau etanol dan memepercepat terjadinya reaksi.
            Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui sifat-sifat sabun, diantaranya yaitu :
v  Berbusa jika dilarutkan didalam air
Dapat dilihat pada pencampuran sabun dengan air panas, terdapat buih-buih, yang menandakan sabun tesebut bekerja di dalam air.
v  Sabun bersifat emulgator
Sabun bersifat emulgator yang mengubah air dan kerosin yang dicampurkan menjadi homogeny.
v  Bersifat basa
Larutan sabuh menjadi warna pink jika diuji dengan indicator phenolphthalein. Yang menandakan bahwa sabun tersebut bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O                CH3(CH2)16COOH + NaOH
v  Tidak mamapu bekerja pada air yang mengandung mineral
Pada percobaan ini digunakan larutan kalsium sulfat. Pada air sadah ini, sabun tidak bekerja, hal ini ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi timbul dadih-dadih sabun, yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion Ca2+ dapat bereaksi dengan sabun memebentuk endapan. Sehingga fungsi sabun dalam mengikat kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
1.      Sabun dapat dibuat dari reaksi antara minyak dan natrium hidroksida pekat.
2.      Sabun bersifat basa, hal ini dibuktikan melalui penambahan Phenolphtalein kedalam larutan sabun, dan menghasilkan larutan berwarna merah muda.
3.      Sabun bersifat emulgator, hal ini dilihat dari kemampuan sabbun menyatukan larutan air dengan kerosene.
4.      Sabun tidak bekerja dengan adanya Ca2+, dapat dilihat dari laruta sabun ditambah dengan kalsium sulfat mengakibatkan warna keruh, busanya berkurang dan sabun tetap terpisah.
5.2       Saran
1.      Konsentrasi bahan harus tepat.
2.      Pembuatan NaOH dilakukan dengan perhitungan yang tepat sehingga jumlah pemakaian dapat diketahui
3.      Saat pendinginan setelah proses pemanasan tidak boleh langsung didinginkan pada suhu yang sangat dingin, harus di suhu kamarkan terlebih dahulu.









Daftar Pustaka
Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill Book Co: Singapura
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Fessenden, R. J. and Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Hard, Harold. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.