BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sabun adalah garam
logam alkali ( biasanya garam natrium ) dari asam lemak. Sabun mengandung garam
C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat
dengan bobot atom lebih rendah. Sabun dihasilkan oleh proses safinifikasi.
Yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa.
Pembuat kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOh dan KOH. Asam lemak
yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun.
Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH
lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat menggunakan
KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara
9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang dibuat dengan alkali lemah (NH4OH)
akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5.
Suatu molekul sabun
mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari
molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat – zat non polar. Sedangkan
ujung ion bersifat hdrofilik dan larut dalam air. Karena adanyan rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah membentuk misel
(micelles), yakni segerombol (50-150) molekul air yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnnya yang menghadap ke air. (Ralph J.
Fessenden, 1992)
1.2 Tujuan Praktikum
1. Membuat dan memahami
reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratutium
2. Menjelaskan beberapa
sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Sabun
Pliny (23 – 79)
menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep
dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun
100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.Ia juga menyebut pabrik sabun di
Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih
sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen,
ilmuwan Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap
sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun
terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara
berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan
karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir
tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat
dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia
terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun
1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu
dimasak dalam panci besi besar.Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan
kayu.Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijualdari rumah ke
rumah.Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang
mewah (Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang
umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam
lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol.Masing– masing lemak
mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12
(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan
lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses
saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol
(Baysinger, 2004).
Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi
darikomponen asam – asam lemak yang digunakan.Komposisi asam – asam lemak yang
sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan.
Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari
penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai
yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan
sulit menimbulkan busa.Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh
menghasilkan sabun yang mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di
atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat
dibuat menjadi sabun terbatas.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali.Hasilpenyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam
lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran
tersebut berupa masa yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun
dengan cara penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses
pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh.
Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan garam NaCl,
sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring
dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut dicuci dengan air dingin
untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam NaCl yang masih
tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan dan
kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl dengan jalan
destilasi vakum.Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan pengkistralan
dan dapat digunakan lagi (Ralph J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara
kuantitatif.
a. Penetapan
Kualitatif
Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun
mengandung alkali bebas atau asam lemak bebas.
Cara penetapan :
Ø Contoh sabun diparut/
dipotong halus
Ø Timbang sabun sebanyak
0,1 gram sabun, masukkan kedalam tabung rekasi yang bersih dan kering
Ø Larutkan sabun dengan
2 ml Alkohol netral (bila perlu dipanaskan diatas penangas air)
Ø Kemudian dibubuhi 1-2
tetes indicator PP
b. Penetapan
Kuantitatif
Ø Penetapan kuantitatif
dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji kualitatif
Jika setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah
berarti sabun mengandung asam lemak bebas atau netral
Ø Apabila sabun berwarna
merah berarti sabun mengandung alkali bebas
Analisis sabun secara kuantitatif meliputi pemeriksaan :
1. Alkali bebas
2. Asam lemak bebas
3. Alkali total
4. Alkali terikat
5. Asam lemak total
6. Asam lemak terikat
7. Lemak netral yang
tidak tersabunkan
8. Zat pemberat/ pengisi
9. Logam minyak/ Minyak
Pelikan
10. Kadar air
2.2 Pengertian Sabun
Sabun merupakan
senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun
juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya
RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang dengan jumlah atom C
bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali
atau ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
- Pada prinsipnya sabun
dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi
penyabunan
- Reaksi pertama :
Lemak + NaOH Hidrolisa
mendidih Gliserol +
Asam lemak
- Reaksi kedua :
3RCOOH + NaOH Penyabunan
RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun
mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon
dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-polar,
sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah
benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena
membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang
rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke
air (Austin, 1984).
Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat
dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar,
seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik
pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari
tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka
minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa
yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja
mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu
ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12
atom karbon atau lebih agar efektif (Austin, 1984).
Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat,
yang aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut azt
aktif anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob
(menolak air) sedangkan gugus karboksilat – COO bersifat hidrofil (Harold. 1982).
RCOONa
RCOO- + Na+
Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit
alkalis. Dengan penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah
muda. Sehingga dalam waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH
dan ion-ion RCOO , OH dan Na+.
RCOONa
RCOOH + Na+
Sabun dan asam lemak dapat
membentuk :
X
RCOOH + Y RCOONa
(RCOOH)X (RCOONa)Y
Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi kasar
dan tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid
sabun menjadi keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun
menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik keruh disebut juga suhu pilin.
Suhu titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan indikasi dimana
larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai detergen, larutan
sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold. 1982).
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara
koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL .
Gugus R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL
bersifat menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4.
Larutan koloidal akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi (Harold. 1982).
Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali. Di
dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan melelh dan
membentuk lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R – COONa
+ HCl H+
R – COOH + NaCl
2.3 Sifat-sifat Sabun
a. Sabun larut dalam
alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air → larutan koloid
b. Dalam air terlarut
secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari molekul yang suka air
(hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)
c. Dalam air sadah
(mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai sabun kalsium/ natrium.
d. Dalam asam, sabun akan
terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl → RCOOH + NaCl
e. Larutan encer sabun
terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif sebagai pencuci
(ZAP)
f. Hidrolisa dalam air
bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan ion-ion RCOO-,
OH-, dan Na+
g. Panjang rantai alkil
akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat hidrolisa, suhu titer, dan
titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17
2.4 Bahan Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua
minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada
beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat
sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara
lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
a. Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak
merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada
proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak
nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang
(± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J. Fessenden,
1992).
Jumlah minyak atau
lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena
berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak
mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa
jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya :
1. Tallow ( Lemak
Sapi )
Tallow adalah lemak
sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya
digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang
paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara
0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer
point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow
yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam
miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard ( Lemak Babi
)
Lard merupakan minyak
babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat
(60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika digunakan
sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu
untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna
putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak
Sawit )
Minyak sawit berwarna
jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika
akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih
dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit
berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun,
minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu
asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat
0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
4. Coconut Oil (
Minyak Kelapa )
Minyak
kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5. Palm Kernel Oil (
Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit
diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak
yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih
tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat
40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam
kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil
Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin
adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit
dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak
ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat
asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam
laurat 0,1- 0,4%
7. Marine Oil
Marine oil berasal
dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam
lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (
Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna
bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel
dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan
iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak
mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi
asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat
8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%
(G. Brown, 1973).
9. Olive Oil (
Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal
dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna
kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras
tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang
tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak
zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa
asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat
mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
10. Campuran Minyak dan
Lemak
Industri pembuat sabun
umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda.
Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat
yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan
miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan
stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras
struktur sabun.
b. Alkali
Jenis alkali yang umum
digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan
ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia
C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan
soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan
sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ralph J. Fessenden,
1992).
2.5 Fungsi sabun
Fungsi
dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat di
buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun yaitu :
a. sabun alkali tanah
untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4
b. sabun alkali logam
mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen (RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg,
(RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan
sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium yang direaksikan dengan
asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun dapat dibuat dari
garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih larut dalam air.
Cara pembuatan sabun secara singkat dapat diihat sebagai berikut:
Pemasakan minyak/lemak dalam larutan
alkali (NaOH atau KOH) pada suhu mendidih (95 – 100 0C).
O
H2C-O-C-R’
H2C-OH
O
NaOH, hidrolisa
HC-O-C-R’’
HC-OH + 3 RCOOH
O
pada suhu mendidih
H2C-O-C-R’’’
H2C-OH
Lemak/minyak
gliserol asam
lemak
penyabunan
RCOOH +
NaOH
RCOONa
Detergent atau
sabun dapat digunakan sebagai pembersih pada air sadah karena detergent
tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan menimbulkan endapan
yang dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada sabun tidak dapat bekerja
pada air sadah karena sabun bereaksi pada air sadah yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerak pada baju maupun lantai.
Adapun sebab sabun dan
detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran atau lemak dikarenakan sabun
dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang bersifat hidrokarbon yang
bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non polar akan
mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai dengan asas like
dissolved like, sedangkan ujung polar dari molekul tersebut segera akan
terlarut dalam air. Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja
detergent tidak dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif
pada air sadah.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan-Bahan yang
digunakan:
1. Etanol
2. Kalsium sulfat
3. Kerosen (Minyak Tanah)
4. Larutan NaCl jenuh
5. Minyak Zaitun
6. Natrium Hidroksida 2N
7. Phenolpthalein
3.2 Alat-Alat yang
digunakan:
1. Cawan Penguap
6. Pompa Vakum
2. Batang Pengaduk
7. Gelas Piala
3. Penangas
Air
8. Tabung Reaksi
4. Kertas
Saring
9. Pipet Tetes
5. Tabung
Reaksi
10.Termometer
3.3 Prosedur
Percobaan
3.3.1 Persiapan
1. Disiapakan alat dan bahan kimia yang akan digunakan
2. Dibuat larutan NaOH 2N
3.3.2 Pembuatan Sabun
1. Diamabil 34 ml minyak zaitun
dan dimasukkan kedalam mangkok.
2. Ditambahkan 36 ml
etanol ke dalam mangkok yang telah berisi minyak zaitun.
3. Ditambahkan 20 ml
larutan NaOH 2N sambil diaduk.
4. Mangkok ditutup dengan
piring.
5. Dipanaskan campuran dalam
mangkok sampai hilang bau dari alkoho (etanol).
6. Dinginkan campuran
dalam mangkok tersebut.
7. Diamati apa yang
terjadi dalam cawan penguap.
8. Ditambahkan 120
ml larutan NaCl jenuh kedalam mangkok.
9. Diamati apa yang terjadi.
10. Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat
yang dihasilkan.
3.3.3 Sifat Sabun
1. Dimasukkan 1 ml
kerosene dan 10 ml air dalam tabung reaksi.
2. Dikocok campuran
tersebut dan catat pengamatan anda.
3. Dimasukkan sedikit
sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosene dan air.
4. Dikocok dan diamati
perubahan
5. Ditamabahkan sedikit
sabun dan kocok jika tidak ada perubahan pada campuran dan catat pengamatan.
6. Dicatat pengaruh
penambahan sabun pada campuran tersebut.
7. Diambil tabung reaksi
yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 ml air panas.
8. Ditambahkan 8-10 tetes
larutan Kalsium Sulfat.
9. Dicatat pengaruh
Kalsium Sulfat terhadap air sabun.
10. Diambil tabung reaksi
yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 ml etanol.
11. Ditambahkan 2 tetes
larutan phenolphthalein.
12. Dicatan hasil
pengamatan.
3.4 Rangkaian Alat
Gambar 3.1 Rangkaian pompa vakum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Pembuatan Sabun
Tabel 4.1 Hasil Pembuatan Sabun
No
|
Bahan
|
Pengamatan
|
1.
|
Minyak Zaitun
Etanol
Dipanaskan
NaOh
|
Larutan berwarna kuning pekat
|
2.
|
Campuran
Didinginkan
|
Larutan berwarna busa putih pada bagian atas dan berwarna kuning pada
bagian bawah
|
3.
|
Campuran (1) + NaCl
Campuran + NaCl dan di aduk
|
Campuran menjadi kental
Menjadi kuning pudar
|
4.1.2 Sifat-sifat Sabun
Tabel 4.2 Sifat-sifat Sabun
No
|
Bahan
|
pengamatan
|
1
|
Kerosene +
Air
Dikocok
|
Bening cair, dan minyak tidak bergabung
|
2
|
Kerosen + Air +
Sabun
Dikocok
|
Putih keruh
|
3
|
Sabun + Air Panas
|
Putih keruh
|
4
|
Larutan sabun + kalsium Sulfat
|
Warna menjadi Putih keruh akan tetapi terdapat endapan
|
5
|
Sabun + etanol
|
Warna masih Putih keruh
|
6
|
Sabun + Etanol + phenolphtalein
|
Warna menjadi merah muda atau pink
|
4.2 Reaksi-reaksi Yang terjadi
a. Reaksi Etanol dan NaOH
CH3 – CH2 – OH +
NaOH
CH3 – CH2 – ONa + H2O
Etanol
Natrium
Natrium
Air
Hidroksida
Etoksida
Gambar 4.1 Reaksi Etanol dan NaOH
b. Reaksi safonifikasi
Gambar 4.2 Reaksi safonifikasi
4.3 Perhitungan
Pembuatan larutan NaOh 2N dalam 250 ml aquadest
Gr NaOH = 20 gram
4.4 Pembahasan
Safonifikasi merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan
sabundan hasil samping berupa gliserol. Sabun merupakan garam (natrium) yang
mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Gugus induk lemk disebut Fatty
acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C-18)
yang berikatan membentuk gugus karboksil. Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu
pada strukturnya dimana kedua ujung dari strukturnya memiliki sifat yang
berbeda. Pada salah satu ujungnya terdiri dari natrium hidrokarbon asam lemak
yang bersift lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan minyak) atau basa
yang disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang merupakan ion
karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau ujung
polar.
Pada
percobaan ini, 34 ml minyak zaitun dimasukkan kedalam mangkok, kemudian
ditambahkan 36 ml etanol dan basa kuat NaOH 2N sebanyak 20 ml. minyak zaitun
berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, NaOH yang berfungsi sebagai
pereaksi dan pembuatan sabun berbenruk padat, etanol sebagai pelarut, dan NaCl
jenuh digunakan sebagai agen pengendap dari sabun yang telah terbentuk dan
untuk melarutkan gliserol. Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai
kelarutan dari sabun sehingga sabun mngendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini
karena penambahan ion sejenis (common ion effect), yaitu Na+. pembuatan
sabun padat menggunakan NaOH sebagai pereaksi. Sementara itu, pada pembuatan
sabun cair digunakan KOH sebagai perekasi. Reaksi pembuatan sabun dengan
menggunakan larutan alkali NaOH adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3 Reaksi pembuatan sabun
padat
NaOH,
atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam idustri sabun, merupakan
alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya
yang mudah larut dalam air. Sabun dengan berat molekul yang lebih rendah akan
lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang
lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Medium
pereaksi yang digunakan dalam bentuk suatu pelarut yaitu etanol. Etanol
digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk
senyawa-senyawa organic, dalam hal ini adalah untuk melarutkan minyak zaitun
yang digunakan. Etanola dalah alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan
senyawa organic yang bersifat semi polar karena mengandung
gugus OH- dan bersifat nonpolar yaitu CH3+.
Dengan pelarut inilah NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan minyak dalam
reaksi peyabunan menghasilkan larutan yang berwarna kuning, berbuih dan
terbentuk endapan-endapat putih. Namun, reaksinya akan berlangsung lama.
Setalah ketiga bahan dicampur maka dilakukan proses pemanasan pada suhu
75 0C. pemanasan pada suhu ini bertujuan untuk menguapkan
etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada suhu
tersebut etanol akan menguap. Jika etanol kita panaskan pada suhu diatas
78 0C maka etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian
minyak zaitun dan NaOH tidak berlangsung sempurna. Sedangkan jika dipanaskan
pada suhu dibawah 78 0C, etanol akan lama sekali menguap dan
proses reaksi akan erlangsung lama. Dalam proses saponifikasi, lemak akan
terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Selain itu,
agar rekasi saponifikasi berjalan lebih optimal dan produk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik, maka campuran minyak dan NaOH harus dipanaskan
sambil tetap dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat larutan.
Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan memebentuk suatu
cairanyang mengental, yang disebut dengan trace. Tujuan dari diadakannya
pemanasan ini adalah untuk meghilangkan bau etanol dan memepercepat terjadinya
reaksi.
Dari
hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui sifat-sifat sabun,
diantaranya yaitu :
v Berbusa jika
dilarutkan didalam air
Dapat dilihat pada pencampuran sabun dengan air panas, terdapat buih-buih,
yang menandakan sabun tesebut bekerja di dalam air.
v Sabun bersifat
emulgator
Sabun bersifat emulgator yang mengubah air dan kerosin yang dicampurkan
menjadi homogeny.
v Bersifat basa
Larutan sabuh menjadi warna pink jika diuji dengan indicator phenolphthalein. Yang
menandakan bahwa sabun tersebut bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari
asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu
larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O
CH3(CH2)16COOH
+ NaOH
v Tidak mamapu bekerja
pada air yang mengandung mineral
Pada percobaan ini digunakan larutan kalsium sulfat. Pada air sadah ini,
sabun tidak bekerja, hal ini ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi
timbul dadih-dadih sabun, yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion
Ca2+ dapat bereaksi dengan sabun memebentuk endapan. Sehingga
fungsi sabun dalam mengikat kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sabun dapat dibuat
dari reaksi antara minyak dan natrium hidroksida pekat.
2. Sabun bersifat basa,
hal ini dibuktikan melalui penambahan Phenolphtalein kedalam
larutan sabun, dan menghasilkan larutan berwarna merah muda.
3. Sabun bersifat
emulgator, hal ini dilihat dari kemampuan sabbun menyatukan larutan air dengan
kerosene.
4. Sabun tidak bekerja
dengan adanya Ca2+, dapat dilihat dari laruta sabun ditambah dengan
kalsium sulfat mengakibatkan warna keruh, busanya berkurang dan sabun tetap
terpisah.
5.2 Saran
1. Konsentrasi bahan
harus tepat.
2. Pembuatan NaOH
dilakukan dengan perhitungan yang tepat sehingga jumlah pemakaian dapat
diketahui
3. Saat pendinginan
setelah proses pemanasan tidak boleh langsung didinginkan pada suhu yang sangat
dingin, harus di suhu kamarkan terlebih dahulu.
Daftar Pustaka
Austin. Gorge T.
1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed.
McGra- Hill Book Co: Singapura
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC
Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Fessenden, R. J. and
Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
Hard, Harold.
1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.